Upaya Perusahaan dalam Menciptakan Kesetaraan Gender di Tempat Kerja dalam Laporan Bloomberg Gender Equality Index 2022.
Desember 24, 2023Survei Maskulinitas Beracun
Desember 24, 2023Pelecehan seksual di ruang publik bukanlah hal asing bagi banyak orang di Indonesia. Semasa pandemi COVID-19, walaupun ada banyak pembatasan interaksi dan aktivitas di ruang publik, pelecehan seksual di ruang publik ternyata masih kerap terjadi.
Menyadari pentingnya isu ini, Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) – yang terdiri dari Hollaback! Jakarta, perEMPUan, Yayasan Lentera Sintas Indonesia, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (Jakarta Feminist), dan Dear Catcallers Indonesia – mengadakan Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik selama Pandemi COVID-19 di Indonesia yang dilaksanakan secara nasional pada akhir tahun 2021 selama 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Survei ini didukung oleh Rutgers WPF Indonesia.
Survei ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana pelecehan seksual di ruang publik terjadi di Indonesia selama pandemi COVID-19, serta dampaknya bagi orang yang mengalaminya. Hasil dari survei ini juga memperbaharui dan melengkapi data survei KRPA yang dirilis pada tahun 2019 silam.
Dari analisis data survei yang diikuti oleh lebih dari 4 ribu orang yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia, KRPA menemukan bahwa pelecehan seksual yang dialami masyarakat semasa pandemi semakin tinggi dan membahayakan. Menurut hasil survei, 4 dari 5 responden perempuan mengalami pelecehan seksual selama pandemi. Selain itu, selama pandemi 3 dari 10 laki-laki mengalami pelecehan seksual, sementara sebanyak 83% responden gender lainnya (non-binary, transpuan, transpria, dan identitas gender lainnya) pada saat pandemi.
Selain itu, survei KRPA juga menemukan bahwa pelecehan seksual masih banyak terjadi di ruang publik fisik (offline) dan bahkan meluas hingga ke ruang-ruang digital(daring/online). Responden yang mengalami pelecehan seksual mengungkapkan bahwa mereka paling sering mengalami pelecehan seksual di 5 lokasi tertinggi yaitu ruang publik seperti jalanan umum atau taman (70% responden), kawasan pemukiman (26% responden), transportasi umum, termasuk sarana dan prasarananya (23% responden), toko, mall, dan pusat perbelanjaan (14% responden) dan tempat kerja (12% responden). Kemudian, di ranah digital/online, pelecehan seksual paling tinggi terjadi di lima ruang daring yaitu media sosial (42% responden), aplikasi chat (33% responden), aplikasi kencan daring (9% responden), ruang permainan virtual (4% responden), dan ruang diskusi virtual (2% responden).
Mewakili KRPA, Anindya Vivi menyatakan, “Selama pandemi COVID-19, lokasi terjadinya pelecehan seksual semakin meluas, bahkan terjadi di ruang terkait kesehatan dan COVID-19. Fasilitas kesehatan, lokasi pemeriksaan tes COVID-19, dan tempat karantina pasien COVID-19 juga dilaporkan menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual oleh 134 responden. Bahkan 44 responden melaporkan bahwa pelaku pelecehan adalah tenaga kesehatan.”
Dalam peluncuran hasil survei ini, KRPA juga mengeluarkan data terkait identitas pelaku pelecehan. Menurut hasil survei, identitas pelaku pelecehan seksual antara lain adalah orang tak dikenal, teman, rekan kerja, penyedia jasa transportasi, tetangga, dan anggota keluarga. “Data ini kembali memecah mitos yang banyak orang yakini bahwa pelecehan seksual hanya dilakukan oleh orang tak dikenal, padahal sebenarnya banyak juga dilakukan oleh orang yang korban kenal, bahkan anggota keluarga sendiri,” menurut Siti Aminah Tardi, selaku Komisioner Komnas Perempuan menanggapi hasil survei.
Salah satu temuan penting dari survei ini juga membuktikan bahwa kebanyakan orang yang mengalami pelecehan seksual tidak menikmati pengalamannya dan menolak anggapan masyarakat bahwa pelecehan merupakan pujian. “Orang yang mengalami pelecehan banyak mengaku kalau mereka merasa tidak nyaman, kesal, dan marah. Beberapa responden juga mengaku kalau mereka merasa depresi hingga terpikir untuk bunuh diri,” tambah Anindya Vivi dari KRPA.
Selain itu, hasil survei kali ini juga menunjukkan bahwa perempuan dan gender minoritas lainnya memiliki kecenderungan mengalami pelecehan seksual di ruang publik enam kali lebih besar daripada laki-laki selama pandemi COVID-19.
“Pelecehan seksual pada saat pandemi adalah isu besar yang harus kita respon dengan serius. Pelecehan seksual mempersulit masyarakat hidup di tengah krisis oleh pandemi COVID-19. Ancaman keselamatan menjadi berlapis di masa pandemi ini: dua dari tiap tiga responden survei yang mengalami pelecehan menyatakan hal tersebut memperparah situasi dan perasaan mereka di saat pandemi. KRPA ingin mengajak semua orang untuk #GerakBersama melawan pelecehan dengan menggunakan data ini sebagai alat advokasi dalam membentuk ruang publik yang aman di lingkungan masing-masing,” ujar Rastra Yasland dari KRPA.
Hasil survei selengkapnya dapat dibaca pada tautan di bawah ini.
Sumber:
Rilis Pers Koalisi Ruang Publik Aman. Jakarta, 31 Januari 2022.
22 Februari 2022
Tiara Tri Hapsari