Tren Kesetaraan Gender dalam Memikat Investor di Indonesia
Desember 24, 2023Bagaimana Perempuan Menaiki Tangga Karier dan Mengelola Konflik?
Desember 24, 2023Photo by freepik.com
Tumbuh kembang semua anak dibentuk oleh orang tua dan/atau pengasuh lainnya, tetapi ketika menyangkut jalur karier perempuan, pengaruh ayah memainkan peran yang besar. Menurut sebuah studi tahun 2009 dari University of Maryland, perempuan tiga kali lebih mungkin mengikuti jejak karier ayah mereka. Dokter Meg Meeker, penulis Strong Fathers, Strong Daughters, juga sangat percaya bahwa pengaruh seorang ayah adalah faktor utama dalam perkembangan perempuan.
“Sejak tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak perempuan, dia mengagumi, menghormati dan menyayangi ayahnya. Jika rasa kekaguman, rasa hormat, dan kasih sayang tersebut hadir dan dibalas dalam hubungan ayah-anak, itu adalah resep untuk kesuksesan perempuan,” ungkap dr. Meg Meekeer.
Selain itu, peran ayah dalam pengasuhan dapat membuat anak perempuan menjadi percaya diri dan bertanggung jawab. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Edward Andriyanto, Psikolog Klinis Anak, di pulau Sumatera Utara dan Jawa memperlihatkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan berada di fungsi perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.
“Contohnya jika sebuah acara telah selesai berlangsung, ayah cenderung memberi banyak pertanyaan, seperti ‘menurut kamu bagaimana acaranya? Bagus? Bagian mana bagusnya? Kalau ada yang bagus, ada bagian yang menurut kamu tidak bagus?’, pertanyaan-pertanyaan seperti ini memicu anak untuk tidak cepat puas dengan jawabannya,” ungkap Edward.
Edward menambahkan bahwa menurut riset, selain dianggap sebagai orang yang kuat dan rela mengorbankan dirinya, ayah juga digambarkan sebagai figur yang jahil dan kreatif. Pertanyaan-pertanyaan jahil dan aneh yang sering dilontarkan ayah dapat membuat anak menjawab dengan hal yang tidak biasa, sehingga mampu meningkatkan kreativitas anak.
Ayah adalah figur yang memiliki dampak buat anak-anak tetapi selama beberapa dekade terakhir, minim untuk turun langsung dalam mendampingi pertumbuhan anak-anaknya dengan alasan kerja, mencari nafkah, bukan kodratnya, atau pergi melakukan hobi. Peran ayah dalam pengasuhan kerap diabaikan oleh masyarakat akibat norma budaya dan sosial. Bahkan terlihat di buku-buku pelajaran, ayah adalah figur yang sibuk bekerja.
“Padahal ayah dapat mencegah pelanggaran norma sosial dan ketidakadilan gender dengan menciptakan hubungan yang sehat dan saling menghormati, serta membangun keluarga yang adil,” ungkap Steve Scott, Deputy Head of Mission, Australian Embassy Jakarta dalam webinar Daddy’s Wishes: My Daughter to Become a Future Leader (12/11/2021).
Hal senada juga disampaikan oleh Rohika Kurniadi Sari, selaku Asdep Pemenuhan Hak Anak dalam Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA. “Seorang ayah bukan hanya berperan sebagai kepala keluarga, tetapi juga bisa menjadi pelindung bagi anak perempuan, secara fisik, mental, dan moral. Keberhasilan pengasuhan dari ayah, juga menentukan kualitas keluarga,” ungkap Rohika.
Peran Ayah dalam Menumbuhkan Keterampilan Kepemimpinan pada Perempuan
Pembagian peran dan tugas pengasuhan antara ayah, ibu, dan saudara kandung memberikan inspirasi bagi anak perempuannya untuk berkolaborasi dan bekerja sama di masa depan. Snowerdi Sumardi, VP Quality & Food Safety, Danone AQUA membagikan pengalaman pembagian peran dan tugas antara ayah dan ibu kepada anak perempuan mereka yang memiliki kebutuhan khusus..
“Keluarga kami seperti tim, tidak hanya melibatkan suami-istri tetapi juga saudara kandung. Ada kolaborasi dan kerja sama yang memberikan kepercayaan dan peran kepada anggota keluarga,” ungkap Snowerdi.
Snowerdi sadar bahwa kunci perkembangan anak tidak hanya ada pada sang ibu, tetapi juga ada pada seorang ayah. Pembagian tugas pengasuhan dilakukan juga karena menurutnya waktu bersama anak-anak adalah kesempatan emas dan menjadi bagian dari kualitas hidup seorang ayah.
Sementara itu, Ayu Utami memiliki pengalaman sebagai seseorang yang tumbuh dengan didikan masa Orde Baru. “Meskipun saat itu caranya kurang baik, bapak saya mengajarkan bahwa kami semua punya hak dan kewajiban. Ketika bapak memberikan fasilitas, maka anak harus menurut. Jika tidak menurut, maka pilihannya adalah keluar rumah dan saya pernah keluar rumah hanya untuk mempertahankan apa yang saya inginkan,” ungkapnya.
Ayu menambahkan, sang ayah yang berasal dari masa Order Baru, sebuah masa yang birokratis dan lebih banyak kekerasan tapi sang ayah berhasil memberikan Ayu bekal untuk berani berpendapat dan bertanggung jawab pada pilihan hidupnya. Selain itu, sang ayah pun tidak membedakan anak laki-laki dan perempuan yang membuatnya merasa setara.
Menurut September 2012 Issue of the Leadership Quarterly, seorang anak hanya memiliki 24 persen jiwa kepemimpinan dari lahir yang datang dari intelegensi dan kepribadian, sedangkan sisanya yaitu 76 persen jiwa kepemimpinan muncul dari hasil didikan, keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman yang diberikan oleh sekelilingnya.
Namun, pemimpin sering kali dianggap hanya sebagai seseorang yang mampu memimpin sekelompok orang dan lebih pantas jika laki-laki yang duduk di kursi kepemimpinan. Sedangkan menurut Edward Adriyanto, pemimpin itu artinya lebih kaya lagi. Pemimpin adalah seseorang yang mampu memimpin dirinya, menentukan sendiri pilihannya, mengambil keputusan, menginspirasi, hingga menggerakkan orang lain.
Ayu Utami memiliki pandangan serupa. Bagi penulis novel berjudul Saman ini, pemimpin bukanlah sebuah jabatan semata, tetapi suatu sikap yang dibentuk seperti seseorang yang berani membuka jalan yang dianggap perlu atau seseorang yang berani menjalankan misi hidupnya sekalipun itu tidak populer.
Untuk menumbuhkan keterampilan kepemimpinan, terutama bagi anak perempuan , para ayah bisa melakukan beberapa cara seperti yang disarankan Edward. Dimulai dengan menjadi tempat aman bagi anak dengan mengurangi trauma akibat pandangan misoginis dan budaya patriarki di Indonesia, kemudian membiasakan diri untuk bicara secara langsung kepada anak perempuan, hingga mendiskusikan diskusikan tokoh-tokoh perempuan di media sebagai inspirasi untuk menjadi pemimpin di masa depan.
Selain itu, ajak anak bicara sesuai eye level agar anak merasa bahwa siapapun setara dalam percakapan. Begitu pula menormalisasi kesalahan yang dilakukan anak. Sebab, salah bukan akhir segalanya. Sebaliknya, kesalahan memberikan kesempatan bagi anak untuk mengevaluasi dan mencari jalan keluar. Tak kalah penting, ajari anak perempuan untuk mengajukan diri, misalnya berani menjawab soal dari guru saat di kelas, dan mengambil keputusan, misalnya memilih sendiri pakaiannya.
Selain baik untuk anak, ayah yang dekat dengan anaknya, kesehatan hidupnya meningkat, usia harapan hidup lebih baik, motivasi bekerja lebih baik.
Tantangan yang Dapat Menghambat Para Perempuan Muda untuk Menjadi Pemimpin
Pada masa kini, minimnya rasa percaya diri menjadi poin utama yang menghambat perempuan menjadi pemimpin. Kedua, dukungan bagi perempuan untuk mengemban pendidikan setinggi mungkin. Ketiga, kurangnya panutan perempuan di jajaran kepemimpinan. Dan tantangan ini menjadi berkali-kali lipat bagi perempuan muda di daerah pedesaan.
“Anak perempuan di pedesaan sudah disibukkan dengan melakukan kegiatan domestik sehingga waktu untuk belajar, ikut kegiatan pramuka atau karang taruna, dan bermain jadi berkurang apalagi untuk melatih kepemimpinan,” ungkap Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia.
Namun, masih ada harapan untuk mendorong anak-anak perempuan dengan segala keterbatasan saat ini, baik dari segi pendidikan dan norma sosial, untuk tetap bisa memiliki cita-cita sebagai pemimpin yaitu dengan membangun dan memperlihatkan banyak panutan pemimpin perempuan, terutama di pedesaan.
“Tidak perlu yang terlalu tinggi dulu, bisa dimulai dengan kakak-kakaknya yang sudah tamat kuliah kembali lagi ke desa kemudian membuat, misalnya pertanian yang berkelanjutan dan menghasilkan atau mencoba juga mendobrak sedikit-sedikit norma-norma yang ada,” tambah Dini.
Plan Indonesia juga mengadakan kegiatan Girls Take Over untuk memberikan kesempatan kepada para perempuan muda untuk mengambil alih posisi-posisi penting dalam perusahaan sebagai pembuktian bahwa mereka pun memiliki kesempatan untuk mewujudkan mimpinya.
Menjadi tanggung jawab semua pihak baik ayah, ibu, komunitas, hingga organisasi untuk bisa mendorong seorang perempuan muda menjadi pemimpin. Seorang yang lebih dewasa memiliki tanggung jawab untuk memberikan kesempatan untuk menyemangati dan meningkatkan self-confidence anak-anak, terutama perempuan.
“It takes a village to raise a kid,” tutup Dini dalam diskusinya.
Nia Sarinastiti selaku Anggota Dewan Pengurus IBCWE mengungkapkan jika peringatan Hari Ayah Nasional dapat dijadikan refleksi terhadap peran ayah dalam menumbuhkan rasa percaya diri, khususnya bagi anak perempuan agar berani menjadi pemimpin bagi dirinya di masa depan.
Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) menyelenggarakan webinar perayaan Hari Ayah Nasional 2021 pada tanggal 12 November 2021 dengan tema Daddy’s Wishes: My Daughter to Become a Future Leader yang disponsori oleh oleh Danone Indonesia, didukung oleh L’Oréal Indonesia, bekerja sama dengan Fimela.com. Kegiatan ini bertujuan mempersiapkan lebih banyak anak, terutama anak perempuan untuk menjadi pemimpin yang cakap di masa depan, serta membahas norma-norma yang dapat menghalangi perempuan muda untuk bercita-cita menjadi pemimpin, mendiskusikan cara-cara yang dapat dilakukan orang tua untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan kepada anak-anak mereka, dan menginspirasi orang tua untuk berperan aktif dalam mempersiapkan pemimpin generasi penerus. Saksikan tayangan webinar Daddy’s Wishes: My Daughter to Become a Future Leader di Youtube Channel IBCWE.
16 November 2021
Tiara Tri Hapsari