Kesetaraan Gender Dimulai dari Dapur
Desember 24, 2023Women Take Over: Leading In A Day, Tembus Stereotip Perempuan dan Laki-Laki dalam Meniti Karier
Desember 24, 2023Dalam pandangan banyak karyawan muda, cita-cita tertinggi dalam menapaki karier di suatu perusahaan tentulah menjadi pemimpin, bahkan sampai di tingkat tertinggi yakni Chief Executive Office (CEO). Bagaimana jika hal itu diwujudkan dalam suatu program, tentu menarik bukan?
Generasi muda Indonesia saat ini menginginkan otonomi lebih dan kesempatan besar dalam pengambilan keputusan dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut data dari World Economic Forum, lebih dari sepertiga anak muda di Indonesia, berusia antara 15 dan 35, memilih untuk bekerja mandiri sebagai entrepreneur dibandingkan bekerja untuk perusahaan.
Fakta ini mungkin tidak terlalu mengejutkan, mengingat boomingnya serangkaian startup teknologi di Indonesia dengan valuasi berkelas unicorn. Nama-nama founder seperti Ferry Unardi, Nadiem Makarim, Achmad Zaky – ketiganya berusia 30-an – telah memberikan inspirasi kepada generasi muda bahwa usia muda-pun dapat mengubah perusahaan teknologi yang masih baru menjadi perusahaan bernilai miliaran dolar dalam waktu singkat.
Untuk perusahaan, temuan ini menunjukan semakin tingginya tantangan dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk beradaptasi dengan mengadopsi pola pikir dari generasi muda. Dengan semakin banyaknya anak muda bergerak ke posisi kepemimpinan dan milenials memasuki dunia kerja, organisasi perlu menyesuaikan budaya dan kebijakan kerja yang sudah lama berlaku untuk memastikan karyawan dari segala usia dapat berkembang.
Mengingat generasi muda saat ini mendambakan adanya kebebasan dan otonomi lebih dalam berkerja, manajemen dapat menjaga motivasi karyawan muda dengan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan, mengundang mereka untuk berbagi ide, dan mendorong mereka dalam membentuk budaya perusahaan.
Dalam program ”Youth Take Over” yang diadakan di bulan November, Telkomtelstra membuka kesempatan bagi karyawan muda selebar-lebarnya untuk menjajal peran Management. Inisiatif ini diharapkan memberikan inspirasi tersendiri dan memacu semangat bagi karyawan muda, dan pada saat yang sama juga memberikan ide dan inspirasi baru bagi pemimpin saat ini.
Inisiatif ini diinspirasi oleh program “Women Take Over” yang diprakarsai oleh Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), di mana perusahaan-perusahaan anggota IBCWE menominasikan satu karyawan perempuannya untuk menggantikan peran CEO atau Direktur Utama selama satu hari. Sebagai anggota IBCWE yang mendukung penuh program-program pemberdayaan perempuan, telkomtelstra sangat antusias untuk mengikuti program ini, dan mengambil langkah lebih lanjut untuk mengembangkan program ini, tidak hanya untuk satu karyawan perempuan, namun untuk 5 karyawan muda kami, baik perempuan maupun laki-laki.
Selama satu minggu, 5 karyawan muda terpilih berusia 21-28 tahun, mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu dari 5 posisi management di Telkomtelstra (Chief Executive Officer, Chief Financial Officer, Chief Sales Officer, Chief Operation Officer dan Chief Product & Services Officer). Inisiatif ini memberikan peluang unik untuk mengikuti management dalam pekerjaan sehari-hari mereka, di mana karyawan muda ini juga mendapatkan pengalaman dalam memimpin pertemuan internal dan mengemukakan pendapat tentang isu-isu kunci yang berdampak pada perusahaan.
Itulah yang dirasakan Elva Sagita saat terpilih menjadi karyawan muda yang menjajal peran saya sebagai CEO Telkomtelstra dalam program Youth Takeover. Menurut dia, untuk membawa karyawan muda, terutama perempuan ke puncak karier sebagai CEO di Indonesia dibutuhkan tiga syarat utama, yakni kemampuan, keberanian, dan mimpi.
Elva bercerita di dunia kerja saat ini, yang masih didominasi kaum laki-laki, karyawan muda perempuan seakan membatasi diri sendiri terhadap potensial yang sebenarnya dimiliki. Ini salah satu tantangan utama yang perlu diatasi. Entah karena mungkin dari kecil dia diajarkan seperti itu, atau justru keberanian yang belum terasah untuk mewujudkan mimpi sebagai pemimpin perempuan.
Menurut Elva, gaya kepemimpinan laki-laki maupun perempuan sangat berbeda dan memiliki kelebihan masing-masing, dan tergantung ke individu masing-masing untuk mengolah potensinya. Umumnya pemimpin laki-laki lebih melihat secara gambaran besar, ketika misalnya mengerjakan proyek, atau misalnya punya tujuan dalam perusahaan. Sedangkan pemimpin perempuan bisa lebih mendetail, bisa lebih melihat apa action yang harus dijalankan, dan lebih bisa memitigasi jika ada masalah.
Di sisi lain, Elva menambahkan apabila pemimpin perempuan dapat lebih sensitif terhadap isu-isu perempuan yang terkadang menemui hambatan struktural di tempat kerja. Ada stigma bahwa perempuan untuk maju itu lebih sulit dibandingkan laki-laki. Dan hambatan struktural lainnya seperti cuti datang bulan atau yang baru melahirkan atau ibu menyusui. Pemimpin perempuan mungkin lebih sensitif dengan isu-isu seperti itu, yang tidak terpikirkan oleh pemimpin laki-laki.
Saya memberikan apresiasi tinggi atas insight dan ide-ide yang diberikan oleh Elva selama program Youth Take Overini, sebab jika pengambil keputusan semua sama dari pemimpin laki-laki dan telah berumur, maka seiring suaranya akan sama. Jadi dengan program ini, kita dapat melahirkan pimpinan baru yang memiliki pandangan baru.
Saya mengakui selama ini memang relatif sulit bagi perusahaan kami untuk mendapatkan karyawan perempuan di bidang Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM). Dari sisi lulusan universitas pun belum banyak perempuan yang terjun di bidang STEM. Karena itu, perusahaan selalu mengkampanyekan apa saja yang dibutuhkan bagi kayawan perempuan untuk mendorong semangat dan passion mereka dalam berkerja. Selain itu, perusahaan juga memberikan inisiatif khusus bagi karyawan perempuan, seperti pemberian mentoring khusus dari senior leader, program brilliant connected women sebagai wadah sebulan sekali bagi semua karyawan perempuan untuk berkumpul membicarakan topik-topik yang menarik, dan kebijakan working from home maupun flexible working hours, berlaku untuk semua karyawan, tapi ini sangat membantu karyawan perempuan yang misalnya punya anak, baru melahirkan, untuk menyesuaikan waktu kerja dengan kebutuhan waktu di rumah.
Di era transformasi digital, generasi muda adalah kunci untuk memperkuat bisnis dalam mendapatkan keunggulan kompetitif. Pengalaman saya dari program Youth Takeover menunjukkan bahwa untuk memanfaatkan potensi karyawan muda dan menjadikan perusahaan sebagai tempat bagi tenaga kerja masa depan, para pemimpin bisnis harus memahami shared value dari perusahaan; memastikan generasi muda terlibat dalam pengembangan strategi; dan mendukung mereka dalam pengembangan profesional dan pemberian kepercayaan dalam otonomi kerja.
Saya sangat terkesan dengan pengamatan dan inisiatif yang diusulkan semua karyawan muda di Program Youth Takeover ini. Oleh karena itu, saya merekomendasikan kepada para pemimpin muda ini untuk kedepannya meneruskan inisiatif ini secara berkala dan menyajikan satu atau dua topik yang menurut mereka penting, setiap bulan dalam rapat Direksi telkomtelstra, guna meningkatkan bisnis kita. Tak hanya sampai di situ, kelima peserta telkomtelstra Youth Takeover selanjutnya malah mengusulkan kepada manajemen untuk menginisiasi “Telkomtelstra Youth Council“, sebagai wadah resmi untuk melanjutkan semangat dan kontribusi nyata kepada perusahaan melalui program-program kerja. Youth Council tersebut nantinya diharapkan mampu merangkul karyawan muda lainnya di telkomtelstra untuk berpartisipasi aktif dalam mengemukakan inovasi dan solusi bagi kemajuan perusahaan serta meningkatkan kepemimpinan dan kemampuan profesional setiap individunya. Saya berharap program Youth Takeover dari telkomtelstra dapat menjadi contoh bagi perusahaan lain di Indonesia untuk membuat tempat kerja mereka menarik bagi generasi muda – dan secara bersamaan memanfaatkan kekuatan unik lintas generasi, untuk bantu pertumbuhan bisnis kedepan.