Partisipasi Kerja Perempuan Indonesia Masih Rendah karena Diskriminasi Perempuan Masih Terjadi
Desember 24, 2023Hasil Global Gender Index 2018, Indonesia Peringkat ke 85
Desember 24, 2023Kekerasan seksual masih menjadi masalah yang belum tuntas di Indonesia. Salah satu kekerasan seksual yang banyak terjadi ada di lingkungan kerja. Hal tersebut yang menjadi dasar Never Okay dan Scoop Asia mengadakan survei mengenai kekerasan seksual di tempat kerja. IBCWE juga melihat ini sebagai hal penting, karena untuk tercipta lingkungan kerja yang nyaman adalah terciptanya keamanan bagi pekerja, khususnya perempuan.
Dalam survei kekerasan seksual di lingkungan kerja yang disebar pada 19 November hingga 9 Desember 2018, terdapat 1.240 responden, dan 83% dari responden adalah perempuan dan hanya 16% laki-laki. Dengan mayoritas usia responden 18 hingga 34 tahun dan berposisi sebagai staff di kantor menunjukkan angka usia produktif Indonesia.
Yang mengejutkan dari hasil survei ini adalah lebih dari 80% responden perempuan pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Pelecehan di tempat kerja yang banyak diterima oleh perempuan adalah pelecehan fisik seperti disentuh, dipegang bagian tubuhnya, hingga dipeluk; pelecehan lisan seperti dipanggil sayang tanpa persetujuan, bercanda yang menjurus ke arah seks; serta pelecehan isyarat yang berbentuk ajakan berhubungan seks dan melecehkan perempuan.
Pelecehan seksual banyak dilakukan oleh atasan kerja atau rekan senior. Hal ini menunjukkan adanya relasi kuasa yang kuat dari atasan untuk menekan bawahan, dan memanfaatkan jabatan serta posisinya untuk melecehkan bawahannya khususnya perempuan. Perempuan yang dianggap lemah secara posisi mudah dijadikan korban karena adanya stigma negatif bahwa perempuan yang dilecehkan adalah akibat dari perempuan itu sendiri dan muncul rasa terancam serta takut akan kehilangan pekerjaan.
Dampak dari pelecehan seksual yang terbanyak adalah membuat korban ingin menghindari situasi kerja tertentu yang melibatkan pelaku atau membuat korban harus berhubungan dengan pelaku, terbanyak kedua adalah membuat korban merasa malu dan tidak percaya diri, ketiga, korban ingin keluar dari pekerjaan. Begitu besar dampak yang terjadi kepada korban, namun belum banyak jalan keluar yang bisa didapatkan oleh korban. Ketika pelecehan seksual terjadi di lingkungan kerja atau situasi kerja, sudah barang tentu hal tersebut harus diketahui oleh pihak terkait yang ada di tempat kerja. Sayangnya, hanya 14% dari responden yang memilih melaporkan ke HRD, atasan atau manajemen karena merasa pihak HRD atau manajemen tidak melakukan apapun, takut disalahkan oleh pihak HRD atau manajemen, serta khawatir jika laporannya akan mempengaruhi karier. Muncul rasa ketidak percayaan yang besar antara korban terhadap HRD atau manajemen.
Hal ini seharusnya menjadi pukulan besar bagi industri di Indonesia karena tidak dapat menciptakan tempat kerja yang aman dan nyaman bagi pekerja, khususnya korban kekerasan seksual. Pekerja yang menjadi narasumber, mengaku tidak tahu mengenai mekanisme penanganan pelecehan seksual di tempatnya bekerja, bahkan ada yang menyatakan tidak ada. Tentu saja ini merupakan pekerjaan besar untuk kantor-kantor di semua bidang, bagaimana mereka dapat menciptakan peraturan terkait pelecehan seksual, mempraktikannya secara adil, serta mengelola lingkungan kerja yang aman bagi semua pekerja tanpa membedakan gender dan posisi di tempat kerja.