Kebijakan Pendukung Ibu Bekerja
Desember 24, 2023Devi Asmarani: Membumikan Feminisme Melalui Media
Desember 24, 2023Nama Danone Indonesia belakangan sering muncul di media karena menerapkan kebijakan memberikan cuti melahirkan enam bulan kepada pegawai perempuan dan cuti 10 hari untuk pegawai pria untuk mendampingi istri melahirkan. HR Director Danone Indonesia Evan Indrawijaya percaya, kebijakan tersebut adalah langkah awal dari tujuan besar mencapai kesetaraan gender di perusahaanya.
Danone merupakan salah satu perusahaan pendukung gerakan HeForShe yang diinisiasi oleh Women United Nations (UN) dengan tujuan mengajak para pria menjadi agen perubahan dalam upaya menghilangkan ketidaksetaraan yang dialami kaum perempuan dewasa dan anak-anak. Dikutip dari situs HeForShe, Global CEO Danone Emmanuel Faber menyatakan, “Mendukung hak perempuan dan kesetaraan gender telah terbukti secara luas mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan kemakmuran yang inklusif.”. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah mengadakan pilot project pemberian cuti melahirkan 18 minggu untuk ibu maupun ayah di 130 negara cabang Danone.
Mengurangi Angka Keluar Masuk Ibu Baru
Evan Indrawijaya dipercaya sebagai HR Director Danone Indonesia sejak September 2015. Bukan hanya sekedar mengaplikasikan parental policy, Ivan mengklaim membuat terobosan baru. “(Kami) melangkah lebih jauh lagi dari segi parental policy yang dilakukan di Danone global. Dan lebih jauh lagi dari pemerintah di Indonesia. Tiga tahun lalu kami memberikan cuti melahirkan empat bulan. Tahun 2016 menjadi enam bulan,” jelas Evan.
“Perempuan punya dua peran berbeda. Selain di kantor, juga di rumah tangga.” Tutur peraih gelar MBA dari Antwerp Management School, Belgia, ini mengemukakan latar belakang dilema para ibu bekerja yang baru melahirkan. Pilihan karir atau rumah tangga tidak jarang berujung pada keputusan mengundurkan diri dari pekerjaan. Sementara Danone bergerak di bidang nutrisi dengan misi meningkatkan kualitas generasi Indonesia. Komitmen atas misi tersebut diwujudkan dengan memberikan cuti lebih panjang agar ibu bisa memberikan ASI secara penuh selama enam bulan.
Setelah melakukan pilot project selama setahun, hasil yang didapat cukup positif. Tingkat keluar masuk ibu baru turun sekitar 20 persen. Para ibu yang kembali bekerja setelah melewati cuti melahirkan enam bulan mengaku lebih siap secara mental saat harus meninggalkan anaknya. Respon positif juga ditunjukkan oleh pekerja laki-laki setelah mengambil cuti 10 hari untuk mendampingi istrinya melahirkan. “Atasan yang ditinggalkan melihat bahwa setelah cuti, yang bersangkutan merasa energized dan engaged dengan pekerjaan,” jelas Evan.
Selain cuti, para ibu pekerja di Danone Indonesia yang telah melewati kehamilan, melahirkan dan mengasuh anak, juga disertakan dalam program pendampingan bersama para Duta Gizi. Para duta tidak lain adalah sesama rekan kerja yang memiliki kompetensi tentang gizi. “Mereka mendapatkan sertifikasi. Ada level untuk meningkatkan kompetensinya. Program ini dimulai sejak tahun 2014. Satu duta gizi bisa mendampingi 10-15 ibu,” ujar bapak dua anak yang sudah malang melintang sebagai Human Resource Director di berbagai perusahaan multinasional selama belasan tahun ini.
Evan juga menjelaskan fasilitas klinik yang dilengkapi dokter anak di kantor Danone termasuk di pabrik. Para karyawan juga bisa menitipkan anaknya di daycare yang diadakan selama dua minggu sebelum dan setelah Lebaran, “Daycare untuk anak sampai umur 10 tahun dengan 10 orang pengurus yang dibagi berdasarkan usia anak.” Jelas Evan.
Kesetaraan Gender dan Fleksibilitas di Dunia Kerja
Terobosan yang dilakukan Evan tidak hanya untuk para ibu tapi pekerja perempuan secara keseluruhan di Danone Indonesia. Cross Gender Mentorship adalah program mentoring yang diberikan oleh pegawai pria di tingkat direktur kepada para manajer perempuan. “Kami melihat di level director proporsinya 70-30 lebih banyak lelaki. Di level senior ini ada glass ceiling, seolah karena persepsi. Kenapa perempuan enggak bisa naik ke level senior? Karena kalau sudah level senior, komitmennya harus 90 persen perusahaan, 10 persen keluarga. Kita mau dobrak. Perempuan bisa balance di karir dan keluarga,” Evan mengungkapkan alasan dibalik program tersebut. Salah satu tujuan Cross Gender Mentorship adalah agar pria pemegang jabatan tingkat direktur bisa memahami kesulitan pegawai perempuan dalam berkarir sekaligus mengerti dampak pengambilan keputusan atau penetapan kebijakan kepada perempuan.
Program yang sudah berjalan dua tahun ini memiliki 30 pasang mentor dan mentee. “Awalnya kami buka pendaftaran dengan memajang daftar mentor yang tersedia. Para calon mentee diminta memilih mentor kemudian menjelaskan alasan dan harapan ikut program ini. Kami berharap drive-nya dari mentee,” ujar inisiator program sharingsesama karyawan perempuan yang merupakan bagian dari gerakan HeForShe. Emmanuel Faber bahkan pernah datang ke Indonesia untuk melihat inisiatif Cross Gender Mentorship dan membawanya ke Danone Paris sebagai proyek percontohan.
Fasilitas fleksibilitas jam dan lokasi kerja di Danone Indonesia juga diharapkan bisa mendukung perempuan saat harus mengurus urusan pribadi maupun keluarga. “Saya mau mengubah persepsi tentang fleksibilitas berarti tidak produktif. Kami lakukan flexible work arrangement sejak tahun lalu. Kami mengukur rata-rata karyawan kerja itu 8,5-9 jam. Setelah program flexible work arrangement dilakukan, rata-rata jam kerja karyawan menjadi 9-9,5 jam.” ujar lulusan program MBA dari Marquette University, Amerika, yang menegaskan bahwa fleksibilitas jam kerja membuat produktivitas pekerja meningkat.