Women Take Over: Pelatihan & Kepemimpinan
Desember 24, 2023Training of Facilitators (ToF) on In Business Soft Skills Training for IBCWE Member Companies 27-29 November 2019
Desember 24, 2023Bila mendengar istilah Ayah Rumah Tangga, persepsi apa yang muncul dalam benak kita? Anggapan bahwa, Ayah Rumah Tangga adalah seorang ayah yang tidak bekerja atau pengangguran, masih sering menjadi persepsi kebanyakan orang. Padahal sama halnya dengan seorang Ibu Rumah Tangga, yang bisa memiliki profesi dan dikerjakan dari dalam rumah, demikian juga seorang Ayah Rumah Tangga.
Tren Ayah Rumah Tangga kini semakin umum terjadi di kalangan keluarga Indonesia. Dalam rangka Hari Ayah Nasional 2019 ini, IBCWE bekerjasama dengan Danone Indonesia, mencoba mengulas tren ini melalui acara “Bangga Menjadi Ayah Rumah Tangga”, yang diselenggarakan 15 November 2019 lalu, di Gedung Cyber 2, dengan narasumber Nucha Bachri Co-Founder Parentalk.id, Geraldo Oryza, dari Komunitas Bapak Rangkul, dan Widodo Sugiman selaku Praktisi Ayah Rumah Tangga.
Kebanyakan orang juga masih mengusung pembagian beban kewajiban seorang Ayah sebagai seorang pencari nafkah dan Ibu sebagai pengurus beban domestik di dalam rumah. Urusan pekerjaan rumah hingga persoalan mengurus anak selalu dititik beratkan pada Pundak seorang Ibu. Padahal kehadiran Ayah dalam tumbuh kembang anak, sama pentingnya dengan kehadiran seorang ibu.
VP HR Danone, Ibu Mira Sutjipto, merupakan salah satu contoh anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan kehadiran sang Ayah sebagai seorang Ayah Rumah Tangga. Baginya Ayah Rumah Tangga bukanlah hal yang aneh, karena Ayah dan Ibu adalah sebuah tim, “Karena … Marriage it’s all about partnership.”
Sama halnya dengan Maya Juwita, Executive Director IBCWE mengutarakan tren Ayah Rumah Tangga bukanlah hal yang aneh lagi khususnya bagi generasi penerus pada masa kini dan mendatang, “buat generasi millennial, tren Ayah Rumah Tangga bukanlah hal yang ekstrim lagi!”
Tren Ayah Rumah Tangga, sebenarnya bukan hal yang baru. Biro sensus AS tahun 2005 mencatat jumlah Ayah Rumah Tangga di AS mencapai 98 ribu orang. Hingga tahun 2018, mendekati angka 2 juta orang. Bahkan, tahun 1989 setidaknya 10% Ayah di AS menjadi stay at home dads. Di Indonesia sendiri, tren Ayah Rumah Tangga masih menuai pro dan kontra, pemikiran yang konservatif tentang konsep tugas tanggung jawab Ayah dan Ibu dalam sebuah keluarga, didukung oleh faktor budaya, adat istiadat serta agama. Meskipun begitu, tren ini mulai diterima di Indonesia, dengan munculnya berbagai komunitas Ayah Rumah Tangga, salah satunya komunitas Bapak Rangkul.
Geraldo Oryza selaku anggota Komunitas Bapak Rangkul yang sudah menjadi seorang Ayah Rumah Tangga selama 8 tahun, pun menceritakan bahwa pilihannya menjadi Ayah Rumah Tangga tidak lantas membuatnya menjadi pengangguran. Kemajuan Teknologi justru mendukung terciptanya berbagai profesi yang bisa dikerjakan dari dalam rumah. Sehingga, seorang Ayah bisa berada di dalam rumah ikut membantu pekerjaan Ibu. “Emang kita nih generasi millennial, profesinya sudah macam-macam. Justru saya banyak menemukan banyak bapak-bapak yang anterin anaknya sekolah dan mereka semua itu punya pekerjaan.”
Selaras dengan Geraldo, Nucha Bachri Co-Founder Parentalk.id berpendapat, “Bapak Rumah Tangga itu sama dengan Ibu Rumah Tangga. Kalau Ibu Rumah Tangga harus berdaya, akan lebih baik bila Bapak Rumah Tangga juga berdaya, bisa melalukan sesuatu yang bermanfaat.”
Tak hanya mengenai persoalan pencari nafkah keluarga, kehadiran seorang Ayah juga memiliki dampak postifi dalam tumbuh kembang anak. Studi Yayasan Pulih mengatakan anak yang diasuh oleh ayahnya bisa memperoleh prestasi sekolah yang tinggi, mengembangkan kemampuan sosial anak yang sehat, menumbuhkan kepercayaan diri dan rasa aman pada anak, menekan masalah psikologis pada anak serta menjadi contoh bagi anak untuk menghargai pasangan sehingga mencegah terjadinya KDRT pada kehidupan masa depan anak.
Hal inilah yang dirasakan Widodo Sugiman, meski baru setahun lebih menjadi seorang Ayah Rumah Tangga namun menjadi Ayah Rumah Tangga justru sudah menjadi impiannya sejak lama. Banyaknya momen perkembangan anak anak yang tidak bisa dia saksikan, menjadi alasan terkuat baginya. Keputusan sang istri untuk melanjutkan studi di luar negeri pun, menjadi waktu terbaik baginya untuk menjadi seorang Ayah Rumah Tangga. Bahkan, ketika banyak orang yang meragukan kemampuan seorang Ayah mengurus anak, dirinya justru melihat prestasi sekolah anak anaknya semakin meningkat. “Bapak rumah tangga tidak membuat prestasi anak turun, selama suami dan istri bisa saling komunikasi.”, kata Widodo.
Sebagaimana pentingnya peran dan kehadiran seorang Ibu, demikian juga seorang Ayah, dalam sebuah keluarga. Berbagi peran baik domestik ataupun mencari nafkah, bisa dilakukan bersama sejauh adanya komunikasi dan kesepakatan bersama.
-Selamat Hari Ayah Nasional-
Penulis : Joan Natasya Lambe