RUU KIA Dinilai Menurunkan Daya Saing Perempuan di Dunia Kerja
Desember 24, 2023Apa Pemicu Terjadinya Queen Bee Syndrome di Tempat Kerja?
Desember 24, 2023Photo by Olya Kobruseva
Budaya patriarki yang sudah mengental dalam masyarakat Indonesia memberikan pandangan bahwa laki-laki berada di atas perempuan. Seakan laki-laki memiliki hak istimewa untuk melakukan apa pun yang diinginkan. Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Michael Kaufman, terdapat tujuh hak istimewa laki-laki yang ternyata merugikan perempuan dan laki-laki itu sendiri.
Patriarchal Power
Pandangan bahwa laki-laki di atas perempuan membangun sistem budaya masyakarat Indonesia yang dikenal dengan patriarki. Sistem budaya patriarki seakan memberikan laki-laki kekuasaan untuk melakukan sesuatu, termasuk kekerasan.
Bentuk kekerasan yang dilakukan bisa terhadap diri sendiri, seperti penyalahgunaan zat atau perilaku yang merusak diri atau terhadap perempuan dan orang di sekitarnya, seperti melecehkan, memukul, atau menganiaya.
Privilege
Budaya patriarki juga menghasilkan keistimewaan bagi laki-laki. Ada banyak hal yang laki-laki boleh lakukan sementara perempuan tidak boleh, seperti halnya laki-laki boleh bekerja sementara perempuan di rumah saja atau laki-laki memiliki kesempatan yang lebih besar untuk jadi pemimpin sementara perempuan masih memiliki kesempatan yang terbatas.
Permission
Tindakan kekerasan dan agresi laki-laki dirayakan dalam olahraga, perfilman, sastra, dan peperangan. Tidak hanya diizinkan, hal tersebut juga diagungkan dan dihargai sehingga penggunaan kekerasan dianggap sebagai alat utama untuk menyelesaikan perselisihan dan perbedaan, baik antar individu, kelompok, atau negara.
Misalnya, laki-laki melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan. Kemudian masyarakat akan lebih fokus untuk menyalahkan perempuannya daripada menangkap laki-laki sebagai pelaku.
The Paradox of Men’s Power
Budaya patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai sosok superior ternyata menciptakan paradoks. Ekspektasi tentang peran, perilaku, dan pencapaian yang diletakkan oleh masyarakat pada laki-laki justru membuat laki-laki sangat tertekan jika gagal mencapai harapan tersebut.
Kegagalan dalam memenuhi ekspektasi membuat nilai maskulinitas laki-laki dipertanyakan sehingga kekerasan menjadi mekanisme kompensasi – sebuah cara untuk membangun kembali keseimbangan maskulin atau menegaskan kekuatan laki-laki.
Misalnya, seorang suami kehilangan pekerjaannya sehingga dia tidak bisa memenuhi ekspektasi sebagai pencari nafkah utama yang menghidupi keluarga. Suami tersebut merasa gagal dan frustasi. Dalam keadaan emosional tersebut, sang suami melampiaskannya dengan melakukan kekerasan terhadap istrinya.
The Psychic Armour of Manhood
Kekerasan juga merupakan hasil dari adanya jarak emosional. Tidak adanya sosok ayah yang terlibat dalam pengasuhan juga berdampak buruk pada perkembangan anak. Anak laki-laki jadi tidak memiliki role model untuk mengasah kemampuan berempati dan berkasih sayang. Hal ini membuat laki-laki kurang mampu mengenali kebutuhan dan perasaan orang lain.
Misalnya, seorang pemimpin laki-laki menjawab pertanyaan salah satu tim Human Resources terkait tidak adanya keterwakilan perempuan dalam promosi, “mereka akan cuti hamil atau resign, jadi buat apa dipromosiin?”
Psychic Pressure Cooker
Laki-laki sejak kecil sudah diajarkan untuk menekan perasaan takut dan sakit. Berbagai emosi laki-laki diredam dan tidak divalidasi sehingga membuat perkembangan emosi serta empatinya sedikit terhambat. Satu-satunya emosi yang divalidasi adalah kemarahan.
Ketika laki-laki memiliki berbagai emosi yang terpendam sekian lama dan menjadi tidak terkendali, mereka hanya punya cara untuk mengekspresikan perasaannya dengan kemarahan. Ibarat pressure cooker.
Past Experiences
Banyak anak laki-laki tumbuh dengan melihat perilaku kekerasan terhadap perempuan sebagai norma – sebagai cara hidup untuk dijalani. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak laki-laki dan perempuan yang tumbuh dengan menyaksikan kekerasan akan jauh lebih mungkin untuk melakukan kekerasan itu sendiri. Jadi situasi ini seperti lingkaran.
Demi menghilangkan struktur budaya patriarki yang merugikan ini, pentingnya #LelakiTurutSerta untuk menciptakan lingkungan yang inklusi dan setara gender.
19 Agustus 2022
Tiara Tri Hapsari