Empat Paradoks yang Digunakan Perempuan untuk Mengatasi Norma Gender dalam Kepemimpinan
Desember 24, 2023Lima Lapisan Ketidaksetaraan Gender dan Contohnya di Tempat Kerja
Desember 24, 2023Foto dari Ketut Subiyanto
Sebanyak 98.5 persen perempuan yang sedang mengalami jeda karier atau career break memiliki keinginan dan kepercayaan tinggi untuk kembali ke dunia kerja. Angka ini diperoleh melalui hasil survei cepat yang dilakukan oleh Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) kepada lebih dari 200 responden selama bulan Februari 2023.
Pertimbangan kembali bekerja
“Angka ini menunjukkan mayoritas perempuan yang yang saat ini sedang mengalami jeda pada kehidupan professional mereka ingin dan punya kepercayaan diri tinggi dalam menghadapi situasi ataupun tantangan yang akan dihadapi ketika kembali menjalankan peran profesionalnya dan di tengah keluarga,” tutur Maya Juwita, Direktur Eksekutif IBCWE, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dari 98,5 persen responden yang ingin kembali bekerja, tercatat ada sebanyak 43 persen responden yang akan memilih fungsi pekerjaan yang sama. Angka ini hanya unggul tipis dari para responden yang akan memilih fungsi berbeda sebanyak 40 persen. “Data ini juga memberikan gambaran bahwa mayoritas perempuan yang saat ini tidak bekerja dan ingin kembali bekerja, memiliki kemampuan untuk dapat melakukan penyesuaian dengan kebutuhan yang ada di sebuah perusahaan,” lanjutnya.
Keinginan untuk kembali ke fungsi yang sama
Selain fungsi pekerjaan yang sama, responden juga mayoritas ingin kembali ke industri yang sama dengan angka 64 persen dibandingkan dengan 36 persen yang menyatakan tidak ingin kembali ke industri yang sama. Maya menambahkan, besarnya responden yang menjawab “iya” menunjukkan juga bahwa perempuan memiliki loyalitas yang cukup tinggi terhadap bidang industri pekerjaan yang sudah beberapa lama mereka jalani.
Mengapa Perlu Jeda Karier?
Ada banyak alasan mengapa karyawan dapat memilih untuk meluangkan waktu dari pekerjaan. Meskipun asumsinya sering kali bahwa jeda karier disebabkan oleh kehamilan dan/atau cuti orang tua, karyawan dapat mengambil cuti kerja karena berbagai alasan lain, termasuk merawat kerabat atau pasangan lanjut usia, masalah kesehatan fisik atau mental, perjalanan, menjadi sukarelawan, pengembangan pribadi dan profesional, atau pelatihan atau studi tambahan. Sehingga mengambil istirahat karier menjadi fenomena yang semakin umum.
Meski demikian, interupsi karier jauh lebih umum di kalangan perempuan daripada laki-laki, karena cuti melahirkan masih merupakan bentuk cuti panjang yang paling umum. Maka dari itu, jeda karier dapat berdampak besar pada karier, kepemimpinan, dan stabilitas ekonomi perempuan.
Survei global terbaru yang dilakukan oleh LinkedIn pada tahun 2022 dengan melibatkan 22.995 pekerja eksekutif menunjukkan sebanyak 64 persen perempuan pernah mengalami jeda di sepanjang perjalanan kariernya. Meskipun ini merupakan hal yang lumrah, nyatanya masih banyak perempuan yang menghadapi berbagai tantangan saat harus kembali ke dunia kerja usai career break.
Tetapi selama beberapa dekade, gagasan bahwa para profesional yang cuti dapat melanjutkan karier mereka belum terbayangkan. Seorang karyawan yang meninggalkan dunia kerja untuk waktu lama diasumsikan memiliki keterampilan yang ketinggalan zaman juga motivasi semakin berkurang—atau hal-hal semacam itu yang diperkirakan.
Padahal, mereka adalah orang-orang yang berpendidikan, memiliki pengalaman kerja, menawarkan profesionalisme yang matang, dan berada pada tahap kehidupan yang relatif stabil. Karena mereka dipekerjakan di masa lalu, mereka memahami cara bekerja dalam tim dan dengan kepribadian yang berbeda, dan mereka telah menavigasi tenggat waktu yang ketat dan situasi tekanan tinggi. Mereka tidak perlu mempelajari keterampilan dasar yang seringkali tidak dimiliki oleh karyawan tingkat pemula atau fresh graduate.
“Kami merasa perlu adanya perhatian dari perusahaan untuk mempertimbangkan para perempuan yang ingin kembali bekerja setelah jeda karier. Karena mereka ini juga merupakan hidden talent pool, dengan kualifikasi yang juga bagus,” tambahnya.
Pada survei ini juga terlihat bahwa usia rata-rata responden mayoritas di usia produktif 29-33 tahun yang mencapai 28,90 persen, sementara dari tingkat pendidikan, sebesar 59 persen merupakan lulusan sarjana.
Baca hasil survei di sini.
13 Maret 2023 | Fellicca P. Madiadipura